Sejarah Orang Ambon

Lihat juga: Sejarah Maluku

Suku Ambon membagi sejarahnya menjadi enam zaman penting, dimulai dari zaman Nenek Moyang, dilanjutkan oleh Portugis, Vlaming, Pattimura, Kompeni, hingga zaman Republik. Garis besar sejarah suku Ambon dimulai dari Nunusaku di Seram Barat.[6][7][8] Karenanya pun, budaya tradisional Seram menjadi landasan budaya Ambon.[5]

Nenek Moyang

Asal-usul suku Ambon

Sejarah Ambon menurut adat dimulai dari Gunung Nunusaku di Seram yang juga dianggap keramat oleh suku Wemale dan Alune.[9] Nunusaku sendiri dianggap sebagai pusat dunia oleh suku Ambon dan tanah pertama yang muncul dari dasar laut ketika dunia diciptakan serta puncaknya memiliki pohon beringin yang bercabang menjadi tiga sungai: Eti, Tala, dan Sapalewa.[10] Terdapat pula tiga ekor burung merpati putih yang hinggap di ketiga cabang pohon tersebut.[11] Hal ini berhubungan dengan nama Nunusaku sendiri yang terdiri dari dua kata, yaitu nunu atau beringin dan saku atau perlindungan.[12]

Menurut cerita rakyat, semua manusia purba hidup di Nunusaku hingga terjadi pertengkaran besar yang memecah masyarakat tersebut menjadi dua, dikenal sebagai Heka Nunusaku (Perpecahan Nunusaku). Mereka terpecah menjadi Patasiwa yang mengarah ke barat dan mendiami ketiga sungai yang bercabang dari Nunusaku serta Patalima yang mengarah ke timur Seram. Perpecahan lebih lanjut pun terjadi dan dari kelompok tersebut, ada yang meninggalkan Seram dan menetap di Ambon-Lease.[13] Ada pula cerita rakyat yang menyatakan bahwa dua manusia pertama di Nunusaku adalah Yale, dewa matahari, yang berkulit hitam dan istrinya Nibela yang berkulit putih. Mereka membangun kapal dan berlayar di kapal yang terpisah. Namun, kapal Yale segera kandas di Nunusaku dan menjadi leluhur suku Ambon, sedangkan kapal Nibela berlanjut berlayar dan awaknya menjadi leluhur orang Eropa.[14] Hingga kini, cerita tersebut dicampur dengan agama suku Ambon kini. Bagi mereka, Heka Nunusaku setara dengan pembangunan Menara Babel, sementara Gunung Nunusaku adalah Taman Eden. Ketiga burung merpati di cabang pohon beringin Nunusaku sering dianggap mewakili Sem, Ham, dan Yafet, para leluhur manusia. Ada pula yang menyamakan Nunusaku sebagai Gunung Ararat. Mereka percaya hari Penghakiman akan terjadi di Nunusaku.[11]

Salah satu sumber tertulis tertua dari suku Ambon di Pulau Ambon adalah Hikayat Tanah Hitu yang menyatakan bahwa terdapat empat gelombang penduduk yang mendiami Pulau Ambon. Gelombang pertama disebut-sebut sebagai orang Alifuru yang berasal dari Pegunungan Nunusaku di Nusa Ina (pulau ibu) dan disebut sebagai penduduk asli, dilanjutkan oleh orang Jawa dari Tuban, rombongan anak laki-laki Raja Jailolo, dan diakhiri oleh gelombang yang berasal dari Goran. Keempatnya pada saat berpindah ke Ambon membawa budaya Batu Muda.[1] Hingga kini, beberapa matarumah di Jazirah Leitimur mengaku bahwa moyang mereka berasal dari Tuban yang tiba sebelum dan pada masa Majapahit.[15] Seorang pangeran bernama Patturi, putra bungsu Raja Tuban, berselisih dengan ayahnya dan meninggalkan Tuban bersama dengan kakak sulungnya, Pattikawa, dan adik perempuannya, Nyai Mas, kemudian singgah beberapa kali di beberapa tempat, yaitu Hatusua di Seram serta Jazirah Leitimur: Latua, Hutumuri, Pasir Putih, dan Suli, sebelum akhirnya menetap di Hitulama. Beberapa rombongannya pun ditinggalkan untuk menetap di persinggahan dan segera mendapatkan kedudukan terkemuka di permukiman baru mereka.[16]

Hindu dan Islam

Kedatangan Hindu ke Maluku Tengah belum dapat dipastikan kapan terjadi. Orang yang paling berkemungkinan membawa Hindu (gaya Jawa) untuk pertama kalinya ke masyarakat Ambon adalah ketiga bangsawan bersaudara dari Tuban: Patturi, Pattikawa, dan Nyai Mas. Namun, yang pasti, Hindu sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Ambon setidaknya pada masa Majapahit menguasai Maluku. Para pengiring ketiga bangsawan bersaudara tersebut adalah yang paling berkemungkinan besar memperkenalkan sistem pemerintahan kerajaan Hindu Jawa kepada Kerajaan Hitu. Hal itulah yang menyebabkan Raja Hitu hanya menjadi lambang persatuan, sementara pemerintahannya dijalankan oleh keempat perdana (patih). Di Hitu sendiri, Patturi dan Pattikawa menurunkan garis perdana Tanahitumessen, sedangkan Nyai Mas menikah dengan Latu Lopulalang (Raja Selaksa Pedang), Raja Nusaniwe.[16] Hal tersebut menyebabkan timbulnya hubungan pertalian darah antara Hitu Hitulama dengan Nusaniwe yang nantinya akan disebut sebagai pela gandong.[17] Seiring dengan banyaknya peninggalan Majapahit pada suku Ambon, Jazirah Leitimur dikatakan sebagai pusat Hindu suku Ambon.[15] Pada kemudian hari, ditemukan bukti-bukti pernikahan politik antara putri-putri Jawa dengan penguasa Ambon, seperti di Soya yang kala itu sudah menjadi negara Hindu. Penguasanya, Latu Selemau (Sri Mahu) memperistri seorang putri Majapahit bernama Vera Ina dan karenanya mendapatkan gelar berbau Jawa yang masih digunakan oleh Raja Soya hingga kini.[lower-alpha 1][18] Sistem hubungan antarnegeri yang dikenal dengan uli (persekutuan) mulai muncul pada zaman Hindu seiring dengan dikenalnya paruh masyarakat.[19] Di Saparua, Kerajaan Iha sudah terbentuk pada masa ini, walaupun kehinduannya belum dapat dipastikan.[20]

Waktu masuknya Islam ke Maluku Tengah, khususnya suku Ambon terpecah menjadi beberapa pendapat ahli.[21] Pendapat pertama menyatakan bahwa Islam masuk pada abad XII berkat para pedagang Arab menurut naskah dakwah yang tersedia dan baru berhasil membentuk suatu kekuasaan, yakni Hitu pada abad XIV. Pendapat kedua menyatakan bahwa Islam dibawa oleh para pedagang Arab dan diperkuat oleh datangnya pemuka Hitu untuk berguru ke Jawa, di mana ia bertemu dengan penguasa Ternate dan mempererat hubungan antara keduanya.[22] Pendapat ketiga menyatakan bahwa Islam masuk karena dibawa oleh Ternate yang pada akhir abad XV sudah menjadi Islam dan memperluas kekuasaannya hingga ke Seram.[23] Sementara itu, cerita rakyat menyatakan hal yang berbeda. Seperti di Uli Hatuhaha di utara Haruku, cerita rakyat menyatakan bahwa Islam (aliran Syiah) datang dari Hijaz, Pasai, dan Gresik ataupun Gujarat dan Persia.[24] Bukti sendiri menunjukkan bahwa setidaknya sudah ada belasan keluarga Persia di Ambon pada 1518.[25] Sejarah lisan Iha di Saparua menyatakan bahwa Islam dibawa langsung oleh tiga orang Arab yang datang melalui jalur Buton pada abad XIV. Yang tertua dari ketiganya menjadi Raja Iha, yang kedua Raja Tuhaha, dan yang paling muda menjadi Raja Ullath serta matarumahnya, Nikijuluw, masih memerintah di Ullath.[20]

Pergantian agama menjadi Islam pada negeri-negeri Ambon diawali oleh para raja yang dalam hal ini adalah kepala negeri.[26] Kerajaan yang awal menyatakan dirinya Islam adalah Iha pada awal abad XIV, Sirisori pada 1324, dan Hitu pada 1510 setelah salah satu dari keempat perdana, Patih Tuban, kembali dari Jawa.[20] Sejak kedatangan Islam inilah terbentuk pula kerajaan-kerajaan Ambon bercorak Islam seperti Hitu di Ambon, Hatuhaha di Haruku, dan Iha di Saparua.[27] Bersama dengan Huamual, Hatuhaha dan Iha dikenal sebagai pusat Islam di Maluku Tengah.[25]

Portugis

Kepulauan Maluku yang diincar oleh bangsa Eropa selama ini berhasil disembunyikan keberadaannya oleh bangsa Arab.[28] Kedatangan bangsa Eropa pertama dengan tujuan murni untuk mencari rempah-rempah pertama kali dilakukan oleh bangsa Portugis. Hubungan tercatat pertama suku Ambon dengan Portugis tercatat saat pendaratannya di Nusatelo di barat daya Ambon. Hubungan pertama suku Ambon dengan Portugis merupakan yang kedua tertua di Maluku, setelah sudah didahului oleh orang-orang Banda yang didatangi terlebih dahulu pada Desember 1511.[29] Berita kedatangan Portugis di Nusatelo tercatat dalam Hikayat Tanah Hitu.

Alkisah dan kuceriterakan yang empunya ceritera, sekali perastawa sebuah perau sakibesi nusa telo ke laut puluh tiga mengambil ikan. Maka ia datang membawah khabar kepada perdana Jamilu, demikian katanya: Ada kami bertemu sebua perau di laut puluh tiga. Selamanya umur kami hidup dalam dunia belum lagi melihat rupa manusya bagai rupa orang itu. Tubuhnya putih dan matanya seperti mata kucing. Lalu kami tanya kepadanya ia tiada tahu bahasa kami dan kamipun tiada tahu bangsanya. Maka kata perdana Jamilu: Pergilah engkau bawah kemari. Maka kembali pula bawah ia datang ke negeri kepada perdana Jamilu. Lalu ditanya kepadanya: dari mana datang dan apa nama negerimu. Maka ia menyahut: Adapun kami ini datang dari negeri Portugal dan kehendak kami berdagang.[30]
 

Alkisah, kuceritakan menurut yang empunya cerita. Suatu ketika, sebuah perahu dari Sakibesi Nusatelo berlayar ke perairan Pulau Tiga untuk menangkap ikan. Maka, ia datang membawa kabar kepada Perdana Jamilu. Katanya, "Kami bertemu dengan sebuah perahu di perairan Pulau Tiga. Seumur kami hidup di dunia ini, belum pernah kami lihat manusia seperti mereka. Tubuh mereka putih dan matanya menyerupai mata kucing. Kami mengajukan pertanyaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti bahasa kami dan kami pun tidak tahu bangsa apakah mereka." Maka, kata Perdana Jamilu, "Pergilah engkau, kemudian bawa dia kemari." Maka, kembali pula ia ke negeri membawa mereka kepada Perdana Jamilu. Lalu, ditanyakan kepada mereka, "Dari mana engkau datang dan apa nama negerimu?" Maka, mereka menyahut, "Kami datang dari negeri Portugal dan tujuan kami adalah berdagang."[31]
 

Sejak itu, bangsa Portugis dikenal suku Ambon sebagai Farangis.[32] Para Farangis mendirikan berbagai tempat perdagangan dan gudang di Ambon.[lower-alpha 2] Di sekitarnya, tumbuhlah permukiman yang menjadi tempat terjadinya banyak perkawinan campur dan penyebaran injil.[35] Farangis pun melakukan perkawinan campur dengan orang-orang Ambon untuk memperkuat pengaruhnya dalam mendirikan jajahan tetap, mengikuti peraturan perkawinan campur dengan orang setempat yang sudah dicanangkan Afonso de Albuquerque sejak Portugis menaklukkan Goa.[36] Hingga kini, mestizo Ambon sudah dibaurkan menjadi suku Ambon. Meskipun demikian, terdapat banyak matarumah, khususnya di negeri-negeri Kristen Leitimur, yang mempertahankan fam Portugisnya.[37] Orang-orang Ambon yang memiliki fam Portugis tidak selalu berarti memiliki keturunan Portugis. Dalam banyak kejadian, orang Ambon mengambil marga ayah baptisnya. Contohnya, Raja Nusaniwe, Sinapatti, diberi nama baptis Thomas de Soysa ketika dibaptis pada 1602. Nama tersebut diambil dari nama seorang wakil laksamana Portugis. Hingga kini, soa de Soysa masih menjadi bangsa raja (soa yang memiliki hak gelar raja turun-temurun) dari Negeri Nusaniwe.[38] Banyak masyarakat mestizo di Ambon yang berakhir meninggalkan Ambon menuju Melaka, Sunda Kecil ataupun Filipina setelah Belanda datang. Mestizo yang tersisa melarikan diri menuju pegunungan dan melakukan perkawinan campur kembali dengan masyarakat setempat.[39] Kepergian banyak orang Portugis, termasuk mestizo, diperkarakan menjadi alasan mengapa fam Portugis cukup jarang ditemukan di suku Ambon.[40]

Permusuhan suku Ambon dengan Portugis mulai memunculkan bibitnya pada 1523 ketika terjadi pertikaian antara Perdana Jamilu dengan tentara Portugis setelah anak perempuannya dilecehkan. Hal tersebut berujung pada berakhirnya kerja sama Hitu-Portugis.[41] Pemerintah Portugis pada mulanya menekan penduduk Muslim setempat, tetapi juga berakhir menekan Kristen setempat.[42] Penekanan ini menimbulkan beberapa pemberontakan yang membuat orang Maluku semakin membenci Portugis.[43] Hitu yang merupakan bawahan Ternate pun terhasut oleh Sultan Khairun untuk melakukan perlawanan.[44]

Iman Katolik

Bangsa Portugis membawa Kekristenan kepada suku Ambon untuk pertama kalinya dalam bentuk Katolik Roma. Sejarah menunjukkan, negeri-negeri Ambon yang sudah menjadi Islam sebelum kedatangan Portugis menolak iman Kekristenan. Sementara itu, negeri-negeri yang menjadi Kristen, termasuk yang meminta untuk dibaptis, merupakan negeri-negeri penyembah roh leluhur yang sudah dipengaruhi oleh agama Hindu dan memang sejak awal menolak Islam.[45] Salah satu titik sejarah yang menjadi penyebab banyak negeri Ambon penyembah roh leluhur meminta dibaptis adalah kemenangan besar Portugis atas kekuatan Muslim setempat pada 1538.[46] Mereka menganggap kemenangan besar Farangis yang jumlahnya lebih kecil atas Muslim yang berkekuatan senjata sama, tetapi lebih besar sebagai bukti bahwa Tuhan orang Kristen luar biasa.[47] Banyak dari mereka juga yang menafsirkannya dengan cara yang berbeda, yakni para Farangis mempunyai kekuatan gaib yang menurut apa yang mereka saksikan, diperoleh dari roti suci dan anggur yang diberikan oleh para imam. Tafsiran mereka diperkuat oleh para Farangis yang menyatakan bahwa mereka sedang memakan tubuh dan meminum darah Kristus yang akan memberikan kekuatan, suatu hal yang tak asing bagi suku Ambon yang kala itu masih meminum darah dan memakan otak musuh mereka juga untuk memperoleh kekuatan.[48] Salah satu penggerak utama penginjilan pada masa ini adalah Yesuit. Mereka pun mendirikan sekolah yang secara tidak langsung juga memperkenalkan pendidikan resmi kepada suku Ambon.[49] Hingga 1545, sudah ada 37 negeri Ambon Kristen di Ambon-Lease.[50]

Mereka yang memeluk iman baru ini berharap akan mendapatkan kekuatan dalam menghadapi musuh mereka serta membaurkan iman baru mereka dengan kepercayaan asli mereka. Di setiap negeri Kristen, didirikanlah salib besar dari kayu tempat orang-orang Ambon bernyanyi lagu pujian dan berdoa kepada Tuhan baru mereka beserta leluhurnya tiap malam. Mereka menganggap Tuhan Kristen sebagai sumber kekuatan tambahan, sama seperti dewa-dewi Hindu yang mereka sembah sebelumnya.[48] Seperti pada zaman Islam, pergantian agama suatu negeri menjadi Kristen juga diawali oleh pembaptisan para raja (kepala negeri). Para raja pun segera mendapatkan kekuatan politik, ditndai dengan penambahan gelar Dom dan pemberian nama baru Portugis. Semua orang Ambon yang dibaptis secara alami mendapatkan kewarganegaraan Portugis, begitu juga para budak yang dimerdekakan setelah menjadi Kristen, dikenal dengan sebutan orang Mardika atau orang yang merdeka dalam bahasa Ambon.[26]

Permasalahan yang timbul antara Ternate, penguasa sejati Ambon-Lease, dan Portugis menyebabkan pecahnya kerusuhan Islam-Kristen yang bermula di Maluku Utara.[51] Pada 1558, Ternate di bawah Kaicili (Pangeran) Leliato berlayar ke Maluku Tengah dan memaksa masyarakat pribumi Kristen untuk memeluk Islam, tanpa terkecuali suku Ambon yang sudah memeluk agama Kristen. Beberapa negeri Ambon seperti Nusaniwe, Urimessing, dan Halong mengikuti perintah Leliato—ketiganya kembali memeluk Kristen beberapa tahun kemudian—, sementara negeri lainnya, khususnya Kilang dan Hative, menjadi benteng pertahanan Kristen terakhir sebelum akhirnya dibantu kapal perang Portugis yang tiba pada 1561.[52] Hal inilah yang menyebabkan Ambon-Lease dimekarkan menjadi kekaptenannya sendiri pada 1562, meski masih di bawah pengaruh Ternate[53]. Sejak kedatangan kapal perang Portugis untuk membantu Kilang dan Hative, misi Katolik terhadap negeri-negeri Ambon berkembang cepat dan mulai meluas di Kepulauan Lease. Oma di Haruku, Ullath di Saparua, dan Titawaai di Nusalaut secara berurutan menjadi Kristen pada 1561, 1564, dan 1563.[54] Pembunuhan Gubenur Ambon pertama yang diracuni oleh Ternate membangkitkan keberanian Muslim Ambon untuk menghancurkan negeri-negeri Kristen seperti Baguala di Ambon dan Ullath di Saparua. Serangan Muslim kembali dikalahkan dengan bantuan Portugis yang tiba pada 1569, sekaligus menyebabkan sejumlah negeri, yaitu sebagian Sirisori, Tuhaha, dan Ihamahu di Saparua serta Hutumuri di Ambon memeluk agama Kristen.[55] Pertikaian Islam-Kristen Ambon yang dilatarbelakangi oleh dendam Ternate kembali lagi muncul pada 1570. Selain kembali menyerang Ullath, Ternate juga menyerang Hulaliu di Haruku.[56]

Vlaming

Hubungan antara suku Ambon dan Belanda dimulai pada Maret 1599 ketika kapal Belanda tiba di Hitu dan diterima dengan baik.[57] Kapal Belanda lainnya tiba di Ambon pada 1600 dan berhasil berdagang serta diizinkan untuk mendirikan benteng. Hal ini menimbulkan serangan Portugis yang berakhir dengan kekalahan besarnya dalam melawan pengaruh Belanda pada 1603.[58] Pada Januari 1605, Portugis menyerah di Benteng Ambon dengan damai kepada Belanda.[59]

Rujukan

WikiPedia: Orang Ambon http://pustaka.kebudayaan.kemdikbud.go.id/index.ph... http://repositori.kemdikbud.go.id/12417/1/Ensiklop... http://repositori.kemdikbud.go.id/7479/1/ENSIKLOPE... http://repositori.kemdikbud.go.id/7513/1/SEJARAH%2... http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.p... https://books.google.co.id/books?id=EtXXDQAAQBAJ&p... https://books.google.co.id/books?id=ox_pTpB9AjQC&p... https://books.google.co.id/books?id=vnyDDwAAQBAJ&p... https://books.google.co.id/books?id=w_FCDAAAQBAJ&p... https://www.bps.go.id/publication/download.html?nr...